Breaking News

RECENT POSTS

Minggu, 24 Juli 2011

Jangan Bangga dengan Dosa




 

Kamis, 23 Juni 2011
PADA pertengahan Mei 2011 lalu, di halaman depan salah satu Koran ternama di Indonesia, memuat profil seorang tokoh pembuat film panas, yang konon katanya menjadi ‘penggagas’ mendatangkan para aktris film porno luar negeri di negeri yang mayoritas Muslim ini. Dari penjelasannya yang dimuat di Koran tersebut, tersirat kepuasan sang artis ‘panas’.

Padahal, jelas bahwa mengundang dan memproduksi film-film yang berbau porno itu adalah perbuatan cabul dan berdosa, karena mempertontonkan sesuatu yang tidak layak ditonton.

Lebih ganas lagi, tidak sedikit orang yang memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, untuk ‘mempromosikan’ perbuatan dosa yang pernah dikerjakannya.

Sebelumnya, seorang artis ternama diadili karena rekaman vidio porno mereka tersebar di internet dan HP. Apa pun alasannya, termasuk sebagai konsumsi pribadi, proses perekaman tidak dibenarkan, karena bisa mengundang minat si-pemilik atau pun orang lain untuk menyebarluaskannya. Ingat kata pepatah, “Tidak mungkin akan ada asap kalau tidak ada api.” Artinya, tidak mungkin ada penyebaran kalau tidak ada rekaman.

Herannya, di negeri ini, orang melakukan tindakan amoral masih bisa cengengesan (ketawa-ketiwi, red), di depan publik. Namun beginilah realitas dan potret nyata kehidupan sebagian masyarakat Indonesia yang tengah mengalami krisis moral, krisis malu ini.

Buahnya, mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan tanpa ada rasa cemas sedikit pun. Maka benar lah apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah yang dirwayatkan oleh Bukhari, “Idza lam tahtahyi fashna’ maa Syi’ta” (Apa bila kamu tidak malu, maka berbuatlah sekehendakmu).

Dosanya Lebih Besar

Sejatinya, tertutubnya suatu aib seseorang dari pengetahuan khalayak umum, merupakan ‘kebaikkan’ Allah yang dianugerahkan kepadanya. Sekali pun dia telah melakukan pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah, namun Dia tetap mengasihinya dengan cara mentabiri keburukkan yang telah ia perbuat.

Dengan demikian, seharusnya orang tersebut ‘bersyukur’ karena aibnya tidak terbongkar, bukan justru sebaliknya, membuka tabir yang telah tertutup rapat-rapat. Dan yang lebi celaka lagi, tidak sedikit orang justru bangga dengan menyebarluaskan keburukkannya tersebut (sebagaimana yang telah ditulis di atas).

Sungguh perilaku macam ini, adalah seburuk-buruk tindakkan. Dan dosanya, jauh lebih besar melampaui dosa perbuatan dosa yang telah dia kerjakan. Dalam suatu riwayat, Rosulullah pernah bersabda, bahwa sungguh celaka/terlaknat orang yang melakukan perbuatan dosa di malam hari, kemudian, keesokkannya ia menceritakan segala hal yang telah dia kerjakan kepada orang lain, padahal Allah telah menutupinya. Begitu pula sebaliknya, orang yang melakukan maksiat ke pada Allah pada siang hari, kemudian, malam harinya, dia menceritakan kepada kerabat-kerabatnya, padahal Allah pun telah menyekapnya rapat-rapat.

Bertaubatlah !

Manusia adalah tempat kesalahan lagi lupa,  "Al insaanu mahallul khoto wan nisyaan," kata pepatah. Artinya, bagaimana pun jua usaha kita menghindari kesalahan, sadar atau tidak sadar, manusia terkadang telah terjerumus dalam suatu kesalahan. Jangankan kita, manusia biasa, Nabi Muhammad, yang notabene sebagai kekasih Allah, pun tidak luput dari perkara ini.

Pernah suatu hari, ketika Rasulullah tengah asik mendakwahi para pemimpin Quraisy, tiba-tiba datang di tengah forum tersebut seorang laki-laki buta, yang kalau ditinjau dari kelas sosialnya, dia berada di level bawah, di banding tokoh-tokoh Quraisy yang berada di hadapan beliau.

Karenanya, Rosulullah pun kurang mempedulikan kehadiran laki-laki tersebut (Abdullah bin Ummi Maktum), padahal, kedatangannya untuk memenuhi panggilan Allah dan Rosul-Nya, mengucapkan kalimat syahadat. Karena perilaku tersebut, Rosulullah pun ditegur oleh Allah dengan diturunkannya surat ‘Abasa, yang artinya:

عَبَسَ وَتَوَلَّى
أَن جَاءهُ الْأَعْمَى
“Dia (Muhammad) berwajah masam dan berplaing. Karena seorang buta telah datang kepadanya.” (QS: Abasa: 1-2).

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa manusia tidak bisa menghindari kesalahan seratus persen. Dan yang menjadi permasalahan, bukan perilaku salah itu sendiri, namun cara pandang kita, atau respon kita terhadap kesalahan itulah yang perlu kita perbaikki.

Bertaubat merupakan kafarah dari kesalahan yang telah kita perbuat (Wa khairu khathaiina Thawwabiina). Dan ini harus dilakukan secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran. Kalau pelanggarannya tersebut hanya berkaitan dengan Allah, maka yang harus dia lakukan, menyesalinya dan tidak mengulanginya lagi untuk yang ke-duakalinya (Taubatan Nashuha).

Namun, apa bila itu berkaitan dengan urusan bani adam –mencuri- misalnya, maka, selain dia harus melakukan dua hal di atas, dia juga harus meminta maaf kepada siapa yang telah dia sakiti.

Dengan demikian, noda-noda hitam yang diakibatkan tingkah-laku buruk kita bisa dihapus, sebagaimana air yang mampu memadamkan api.

Rasulullah bersabda, “Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada, ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik tersebut akan menghapus perbuatan buruk tersebut, dan pergauilah sesama manusia dengan akhlak yang baik”, (H.R. Tarmidzi).

Marilah kita ciptakan budaya malu berbuat maksiat dengan cara memperbanyak kebaikan. Sebagaimana firman Allah
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفاً مِّنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّـيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Sesungguhnya kebaikkan-kebaikkan itu menghilangkan keburukkan-keburukkan.” (QS: Hud:114). Wallahu ‘alam bis-shawab.*
Read more ...

Jadilan Golongan yang Selamat!



PERNAH suatu ketika Rasulullah bersabda kepada para sahabat tentang akan terpecahnya ummatnya sebagaimana berpecahnya ummat-ummat sebelumnya.
Dari perpecahan tersebut hanya satu golongan yang masuk surga. Ini dijelaskan dalam hadits shahih riwayat Abu Hurairah yang berbunyi, "Yahudi telah berpecah belah ke dalam 71 atau 72 golongan. Nasrani pun telah berpecah belah ke dalam 71 atau 72 golongan dan umatku akan berpecah menjadi 73 golongan." (HR Abu Dawud di dalam Sunannya, bab As-Sunnah, Bab Syarhussunnah).
Ada juga hadits lain dari Auf bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Yahudi telah berpecah menjadi 71 golongan, satu golongan di surga dan 70 golongan di neraka. Dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72 golongan, 71 golongan di neraka dan satu di surga. Dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada dalam tangan-Nya, ummatku ini pasti akan berpecah belah menjadi 73 golongan, satu golongan di surga dan 72 golongan di neraka." Lalu beliau ditanya: "Wahai Rasulullah siapakah mereka ?" Beliau menjawab: "Al Jamaah." (Sunan Ibnu Majah).

Defenisi sederhana arti ‘Al Jamaah’ adalah jalan hidup yang telah dilalui oleh Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam dan para sahabatnya dalam hal aqidah dan amal. Ini artinya, golongan yang selamat adalah mereka yang secara aqidah dan amalan mengikuti Rasulullah SAW dan para sahabat. Sedang golongan yang masuk neraka adalah yang menyimpang dari jalan tersebut.

Dalam perjalanan peradaban Islam telah muncul bebagai macam aliran dan golongan dalam Islam. Di antara golongan yang menisbatkan dirinya kepada Islam ada yang sesat di dalam bab tauhidullah dan asma serta sifat-Nya. Mereka meyakini bahwa sesungguhnya semua yang ada adalah Allah atau bahwa Allah menyatu dalam diri makhluk.

Pendapat seperti ini banyak diikuti oleh kaum sufi. Dalam tingkatan tertentu mereka mengaku dirinya menyatu dengan Allah sebagaimana pengakuan Mansur al Hallaj dan Syeikh Siti Jenar. Al-Halaj menggemparkan Baghdad dengan dengan ucapan esoteriknya: “Ana al-Haqq” (Akulah kebenaran). Sementara Syeikh Siti Jenar menggemparkan Pulau Jawa dengan paham `Manunggaling kawula gusti'. Karena paham tersebut, keduanya dihukum mati oleh para ulama di jamannya. Alasannya, keduanya telah menganut paham hulul, yaitu kepercayaan Persia Kuno yang meyakini bahwa Tuhan dapat menjelma dalam tubuh manusia. Paham ini dikenal pula dengan teologi phantaisme. Ini sama dengan ajaran Paulus yang merusak ajaran tauhid Nabi Isa dengan ajaran Trinitas-nya. Dalam ajaran Trinitas disebutkan bahwa Tuhan telah menjelma dalam diri Yesus.

Paham seperti ini jelas ditolak oleh Islam karena tidak sesuai dengan ajaran para Nabi. Rasulullah sendiri yang lebih “sufi” tidak pernah mengucapkan kata seperti itu. Bahkan dengan tegas mengatakan bahwa beliau adalah manusia seperti kita, namun mendapat wahyu. “Sesungguhnya aku adalah manusia seperti kamu yang diberi wahyu.” (Al Kahfi 110).

Jadi ajaran Al-Halaj dan Syeikh Siti Jenar menyalahi tuntunan aqidah Rasulullah. Ajaran Rasulullah yaitu bahwa Allah berada di atas langit, tegak (istawa) di atas Arsy-Nya dan terpisah dari makhluk-Nya. Karena itu kita hendaknya hati-hati dengan ajaran-ajaran sufi yang tidak berlandas pada Al Qur’an dan hadits. Imam Syafi’i berkata: “Orang yang paginya belajar sufi, maka sore harinya menjadi dungu.”

Kemudian di antara golongan itu ada pula yang sesat dalam bab iman. Mereka mengeluarkan amal dari iman dan mengatakan bahwa iman tidak bertambah ataupun berkurang sebagaimana pendapat Khawarij dan Mu’tazilah. Padahal yang benar adalah iman itu ucapan dan amalan, bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Dalam al-Qur’an Allah berfirman yang artinya: “Dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab yakin dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya". (Al-Mudatstsir: 31).

Kemudian dalam ayat lain disebutkan: “Dan apabila diturunkan suatu surat, maka diantara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata : 'Siapa di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini ?' Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir." (At-Taubah : 124-125).

Rasulullah bersabda sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, yang berbunyi: "Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan "la ilaha illallahu" dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman." (HR. Muslim, 1/63)

Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan apakah bisa bertambah dan berkurang, beliau menjawab: “Iman bertambah sampai puncak langit yang tujuh dan berkurang sampai kerak bumi yang tujuh.” Beliau juga berkata: “Iman itu ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang. Apabila engkau mengamalkan kebajikan maka ia bertambah dan apabila engkau menyia-nyiakannya maka ia pun akan berkurang.”
Ada pula golongan yang sesat dengan mengeluarkan orang yang melakukan dosa besar dari Islam (dianggap kafir-pent.) dan memvonisnya sebagai orang yang kekal di dalam neraka. Paham seperti ini diyakini oleh golongan Khawariz. Padahal yang benar, pelaku dosa besar -selain syirik dan kufur besar- tidak mengeluarkan mereka dari Islam.
Orang Islam yang berbuat dosa besar dan maksiat dikatakan tidak sempurna imannya. Ia disebut fasiq akibat dosa besar yang ia lakukan, namun ia tidak keluar dari keimanan. Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika ada 2 golongan dari orang- orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Sesungguhnya orang -orang mukmin bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu.” (QS Al Hujurat : 10) Allah SWT menyebut dua kelompok yang saling berperang sebagai saudara meskipun kedua kelompok tersebut melakukan dosa besar dan juga kepada kelompok yang ketiga yaitu kelompok yang mengishlah keduanya.
Di antara mereka ada pula yang sesat dalam hal qadha' dan qadar. Mereka mengatakan bahwa manusia dipaksa terhadap amal-amalnya. Padahal yang benar adalah bahwa manusia itu mempunyai kehendak dan keinginan, oleh karena itu dia akan dihisab dan akan memikul akibat dari perbuatannya.
Di antara golongan itu ada yang sesat dalam bab al-Quran. Mereka mengatakan bahwa al-Quran adalah makhluk. Paham ini diyakini oleh kaum Mu’tajzila. Padahal yang benar Al-Quran itu Kalam Allah yang diturunkan dan bukan makhluk.

Di antara mereka ada pula yang sesat dalam bab sahabat. Mereka mengkafirkan para sahabat dan mencelanya. Sikap seperti ini dilakukan oleh kaum Syi’ah. Padahal para sahabat adalah orang-orang mulia yang disayangi Rasulullah. Mereka hidup ketika wahyu diturunkan. Merekalah orang yang paling berilmu dan paling taat beribadah di kalangan ummat ini. Mereka berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad dan Allah menolong dien ini dengan mereka dan Allah telah ridha kepada mereka.

Itulah ciri-ciri golongan yang menyimpang dari Islam dan mengada-adakan kebid'ahan dalam dienullah dengan rasa bangga. Mereka telah menelusuri jalan syetan yang menyimpang dari firman Allah: "Dan sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah jalan ini dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain lalu kalian akan berpisah dari jalan-nya. Yang demikian itu Allah telah mewasiatkan kepadamu agar kalian bertaqwa." (QS: Al An'am 153).
Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang selamat!
Read more ...

Jumat, 22 Juli 2011

Yang Manakah Kisah Cinta Sejati?

Saudara sekalian, tahukah kalian arti CINTA SEJATI ? Apakah kalian pernah mendengar atau mengetahui kisah cinta Qais dan Laila atau kisah cinta Romeo dan Juliet ataukah Laila dan Majnun ?

Apakah kisah cinta seperti itu yang dikatakan sebagai kisah CINTA SEJATI ? Seperti yang sahabat ketahui bahwa kisah cinta mereka tidaklah berakhir di pelaminan bahkan rela mati demi cintanya….. Apakah patut dijadikan contoh?

Lalu, cinta seperti apakah yang dikatakan sebagai CINTA SEJATI. CINTA SEJATI antara dua insan adalah cinta yang terus abadi setelah diikat melalui pernikahan yang berlandaskan atas kecintaan mereka kepada Sang Pemilik Cinta yaitu Allah SWT. Walaupun salah satu meninggal, namun cinta sejati ini terus saja abadi. Kisah cinta siapakah yang begitu indah ini ?

Kisah cinta yang paling indah ini siapa lagi yang memilikinya kalau bukan kisah cinta Junjungan kita, Nabi Muhammad SAW kepada Khadijah.

Sungguh sebuah cinta yang mengagumkan, cinta yang tetap abadi walaupun Khadijah telah meninggal. Setahun setelah Khadijah meninggal, ada seorang wanita shahabiyah yang menemui Rasulullah. Wanita ini bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah ? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar.”

Sambil menangis Rasulullah menjawab, “Masih adakah orang lain setelah Khadijah?”

Nabi Muhammad menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki. Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi, Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun setelah 14 tahun Khadijah meninggal.

Saudaraku semua, apakah mungkin ada cinta seperti itu, yang dapat terus abadi setelah orang yang dicintai meninggal 14 tahun yang telah lewat ? Ya ada! Yaitu cinta ini tidak pernah didahului hubungan haram dan karena ketaatan kepada Allah menjadi dasar dalam rumah tangga ini. Rumah tangga yang selalu dihiasi dengan dzikir kepada Allah, bukan rumah yang digunakan untuk termakan rayuan setan.

Bagaimana pendapat kalian, sahabat muda sekalian, apakah kalian tidak ingin menjadikan rumah tangga kalian seperti ini ? Suami membaca Al-Qur’an bersama istrinya. Betapa agungnya ketika anak-anak mereka turut serta membaca Al-Qur’an.

Menjelang waktu Subuh tiba, si istri membangunkan suaminya untuk melaksanakan shalat Subuh dan sholat subuh berjamaah. Seperti apa rumah tanggaini ? Indah nian bukan ? Betapa manisnya, betapa indah cinta di dalam rumah tangga ini.

Cobalah, pasti kalian dapat menemukan segalanya berubah, cinta pun bertambah, dan Allah melimpahkan berkah-Nya kepada kalian.

So, sahabat muda… Kapan kalian menikah?.zafei
Read more ...

Sabtu, 16 Juli 2011

Ingin Bejilbab Dilarang Orangtua

Setiap orang yang berkeinginan untuk menyempurnakan imannya, selalu dihadapkan dengan ujian-ujian. Kadang ujian itu muncul dari dalam diri kita, seperti nafsu kita yang merasa malu atau berat melakukannya dan bisikan syaithan yang selalu memandang ketaatan kepada Allah itu sebagai kesulitan. Ujian juga datang dari luar diri kita, seperti dari orang-orang yang ada di sekitar kita yang tidak menginginkannya; seperti misalnya: orang tua, suami, atasan atau teman-teman sejawat kita.

Adapun terhadap orang tua anda yang saat ini masih belum bisa menerima anda memakai jilbab, itu boleh jadi karena mereka belum memahami bahwa hal itu merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap muslimah. Islam mengajarkan agar anda tetap mempergauli kedua orang tua anda dengan cara yang baik.

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Luqman [31]: 15)

Oleh karenanya, berusahalah untuk memberikan pemahaman dan pengertian kepada kedua orang tua dengan cara yang hikmah. Berikan alasan-alasan tentang manfaat berbusana muslimah bagi diri anda, yang mudah diterima oleh orang tua anda.

Disamping perubahan berpakaian lahiriyah anda, yang tidak kalah pentingnya adalah anda juga harus lebih memperbaiki pakaian batiniyah; yaitu akhlaq anda. Dan jangan lupa do’akan selalu kepada Allah, agar kedua orang tua anda dibukakan pintu hatinya untuk dapat menerima kebenaran Islam.

Semoga Allah memberikan kemudahan kepada anda untuk terus menyempurnakan diri menuju ridha-Nya.
Read more ...
Designed By