Breaking News

RECENT POSTS

Senin, 05 Desember 2011

Hisab Diri Lebih Dini


Oleh : M.I. Syafi’i*
Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt.” (HR. Imam Turmudzi)
Terus berjalannya waktu adalah sebuah harapan bagi setiap manusia, lebih-lebih seorang mukmin untuk melakukan Muhasabah. Muhasabah yang bisa diartikan untuk melakukan introspeksi diri, evaluasi, atau koreksi atas perbuatan selama ini.
Kegiatan bermuhasabah dalam tujuan melihat atau koreksi dari perbuatan buruk maupun baik ini sangat bermanfaat bagi jalannya hidup di dunia atau pun di akhirat. Bagaimana, jika ternyata mendapati diri kita –dalam bermuhasabah- terlalu banyak melakukan  perbuatan buruk, hanya sedikit amal baiknya, jauh dari prilaku muslim yang sebenarnya . Dari sinilah keharusan kita untuk merubahnya dengan amal-amal kebaikan, meningkatkan kualitas dan kuantitas amal baik kita.
Imam Tirmidzi meriwayatkan ucapan Umar bin Khaththab yaitu: “Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari `aradh akbar (yaumul hisab). Hisab itu hanya akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia. Kita sebagai ummat Muslim yang percaya akan adanya hari akhir, hendakya pesan dari Umar bin Khaththab ini menjadikan warning. Berupaya memperbaiki dan membenahi diri dari segala kekurangan. Agar menjadi orang yang selamat di jalan  menuju-Nya.
Khalifah Umar bin Khaththab memahami benar pentingnya dari muhasabah ini. Pada kalimat terakhir dari ungkapan di atas, beliau mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di hari akhir kelak. Beliau paham betul bahwa setiap insan akan dihisab, maka ia pun berpesan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah swt.
Cepatlah Sadar,
Seiring datangnya Tahun Baru Islam 1433 H, kita pun perlu melakukan evaluasi: sudah sejauh mana amal, ilmu, dan akhlak kita selama ini. Perasaan puas dengan jerih payah yang telah kita kerjakan, sebaiknya kita bung jauh-jauh, sebab masih masih banyak ‘tugas’ yang perlu dituntaskan. Di dalam momen  pegantian tahun baru hijriah  ini, adalah  saat-saat yang tepat untuk menghisab diri. Sejenak kita merenung, mencoba kembali ke masa lalu, berfikir tentang masa-masa lampau. Disini keterampilan memilah di butuhkan. Bagaiman kita memilih, pebuatan apa saja yang perlu ditingkatkan dan mana saja yang harus ditinggalkan.
Harus disadari oleh kita bersama, perlunya bermuhasabah adalah menjadikan kita sadar sebelum akhirnya disadarkan oleh Allah. Sebelum kita terlalu lampau dalam berbuat, khususnya berbuat hal yang salah. Jika kita melihat bangsa kita yang makin hari makin mengkhawatirkan, sungguh ironi. Masih membekas diingatan  kita, bahwa beberapa waktu lalau, DPR dalam  sidang paripuranya, telah menyutujui larangan merokok. Tetapi dala lanjutan prosesnya hilang begitu saja.
Belum lagi, berita semakin maraknya prostitusi anak sekolah. Seperti yang terjadi di daerah Tarakan salah satunya, yang belum lama ini terungkap. Para pelajar yang seharusnya sibuk dengan belajarnya di sekolah mereka, malah hanyut dengan dunia bebas. Kasus terselubung ini, sungguh sangat mengkhawatirkan berbagai pihak. Yang kebanyakan orang tua banyak tidak mengetahui bahwa anaknya telah ikut terjun ke dunia bebas.Masalah ini perlu segera di selesaikan, karena prostitusi seperti halnya dengan narkoba. Selain “meracuni” pelakunya juga dapat berpengaruh kepada teman lainya. Dengan pemahaman, “Ini lho hidup jama sekarang.”
Mulai Bermuhasabah
Muhasabah adalah salah satu solusi tepat untuk menyadari dan merenungi segala kebajikan maupun kebijakan bahkan sikap fasik yang mungkin menyelubungi semasa hidup di tahun sebelumnya. Sehingga kita dapat mengukur sejauh mana keberhasilan dan atau kegagalan yang kita capai.
Kemudian, Ali Akbar Bin Agil dalam tulisanya  Bermuhasabah, Sebelum Hari Penghisaban, beliau menyinggung bahwa muhasabah dibagi dalam tiga bentuk atau tiga fase muhasabah. Yang kesemua itu adalah;
-Pertama,
Muhasabah sebelum berbuat. Beliau berkata, muhasabah pada keadaan pertama ini penting untuk dilakukan guna mengetahui apakah perbuatan yang hendak kita lakukan bermanfaat, baik untuk diri kita sendiri maupun diri orang lain. Berpikir jernih dan cerdas sebelum berbuat merupakan langkah seorang besar yang memiliki visi yang jauh ke depan. Ia bisa menimbang baik-buruknya, positif-negatifnya suatu pekerjaan yang hendak ia lakukan.

-Kedua,
Muhasabah saat melaksanakan sesuatu. Fase kedua yang perlu didaki oleh kita setelah bermuhasabah sebelum berbuat adalah melakukan introspeksi ulang di tengah perbuatan yang sedang kita jalani. Tujuannya tidak lain adalah mengontrol dan mengendalikan diri agar tidak menyimpang. Layaknya kita sebagai manusia, mungkin kita baik di awal, namun tak menjamin kita tetap berada di jalan yang semestinya manakala kita tengah dalam proses mengerjakan sesuatu. Hal ini dapat mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan pada saat melaksanakan sesuatu atau menghentikannya sama sekali.

-Ketiga,
Muhasabah setelah melakukan suatu perbuatan. Pada fase ini, muhasabah berfungsi sebagai alat penemu kesalahan, kekurangan, dan kekhilafan yang terselip di dalam melakukan sesuatu. Tujuannya jelas, kesalahan yang terjadi tidak boleh terjadi pada masa mendatang.
Diakhir tulisanya beliau berkata, ketika kita selalu memperhatikan modal, memperhitungkan keuntungan dan kerugian, bertobat dikala melakukan kesalahan dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kebaikan, Insya Allah kita termasuk orang yang menghisab diri sebelum hari penghisaban, yaitu hari kiamat. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Hasyr: 18)

*Mhs. Tarbiyah STAIL
muhammadzafei@gmail.com
Read more ...
Designed By