Breaking News

RECENT POSTS

Jumat, 14 Oktober 2011

My memori in Panceng and the Other

Read more ...

Sesungguhnya Surgaku Ada di Hatiku!



 
Sabtu, 08 Oktober 2011

Oleh: Ali Akbar Bin Agil 
Di dalam Majalah Cahaya Nabawiy Edisi 98 Dzulqa`dah/September ini ada sebuah artikel menarik tentang”bencana alkohol”. Pada paragraph terakhir tulisan itu, ada satu kisah menarik tentang dua orang yang sama-sama sedang mengalami kesakitan di sebuah rumah sakit.
Kedua pasien baru saja menjalani operasi. Meski sama-sama dirawat, ada dua hal yang membedakan kedua pasien tersebut.
Bedanya pasien pertama berteriak-teriak histeris tidak karuan, mengeluarkan kata-kata umpatan, caci-maki sampai kedua tangan tangannya dan kakinya harus diikat.
Sementara pasien kedua, ia juga mengalami rasa sakit yang hampir sama. Ia juga berteriak-teriak dengan suara nyaring namun isi teriakannya adalah adzan. Dokter yang menulis kisah ini terheran-heran dengan dua perilaku kedua pasien yang sedang ia tangani. Satunya teriak kotor dan satunya lagi mengagungkan kebesaran Allah SWT.
Karena penasaran, sang dokter akhirnya bertanya kepada pihak keluarga. Jawabannya, pasien yang teriak adzan adalah seorang juru azan (bilal) di mushalla yang ada di dekat rumahnya, di mana ia saban waktu mengumandangkan shalat dan mengajak masyarakat sekitar untuk datang ke mushalla untuk shalat berjama`ah.
Adapun pasien satunya, dilihat dari rekam medisnya ternyata ia seorang peminum minuman keras yang mengalami kecelakaan usai menenggak minuman yang memabukkan.
Pengalaman sang dokter seperti kisah di atas saya kaitkan dengan kisah lainnya sebagaimana ditulis oleh Alwi Alatas dalam bukunya yang berjudul “Whatever Your Problem, Smile:  (Apapun Masalahmu, Tersenyumlah).
Dalam buku ini,  Alwi mengemukakan sebuah penelitian yang dilakukan olen seorang ahli tentang “Kaitan Relijiusitas dan Keimanan Seseorang dengan Rasa Sakit.”

Penelitian dilakukan kepada orang yang taat beragama, biasa pergi ke tempat ibadah, dan dekat dengan Tuhannya, adapun objek penelitian selanjutnya dikenakan pada orang yang tidak taat beragama, bahkan tidak sedikit yang tidak percaya Tuhan alias atheis.
Bagaimana cara melakukan penelitian?
Peneliti memasang alat di kepala mereka yang taat beragama dan yang tidak taat saat mengalami rasa sakit. Kemudian, mereka diberi aliran listrik untuk menimbukan efek sakit. Akibatnya, mereka sama-sama merasakan rasa sakit dari aliran listrik. Lalu, mereka dikondisikan dengan foto-foto tokoh yang mereka idolakan selama ini.
Orang-orang yang relijius diberi foto bergambar tokoh relijius, dan orang yang tidak relijius diberi foto tokoh yang mereka kagumi.
Ternyata, meski keduanya menunjukkan aktivitas menahan rasa sakit yang sangat, namun keadaannya jauh berbeda. Tingkat rasa sakit orang-orang yang tak relijius dan atheis tetap dalam volume tinggi. Sementara, rasa sakit yang dialami oleh orang-orang yang relijius menurun.
Kata Alwi, penulis buku ini, rasa sakit dapat tetap tinggi atau menurun tergantung dengan kuat tidaknya iman seseorang.
“Keyakinan dapat mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh seseorang,” tulisnya.
Dua kisah di atas memberikan pelajaran kepada kita.
Pertama, membiasakan hal-hal yang baik membuat kita terbiasa dalam situasi kebaikan pula. Dalam pepatah arab pernah kita dengar, “Man Syabba a`la Sya`in Saabba a`laihi (barangsiapa terbiasa melakukan sesuatu sejak dini, akan terbawa hingga dewasa).”
Kebiasaan memang belum belum tentu baik namun kebaikan, itu perlu kita biasakan.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap manusia akan mati lalu dibangkitkan sesuai keadaan semasa ia hidup.” Ketika kebiasaan baik kita lakoni saban hari, maka kesempatan untuk meraih husnul khatimah terbuka lebar bagi kita. Sebaliknya, kala keburukan yang kita budayakan, maka lawan khusnul khatimah yang akan kita raih.
Kedua, selayaknya kita menempatkan tokoh-tokoh yang mempunyai integritas pada hati kita.
Seyogianya kita berhati-hati sebelum mendudukkan seseorang sebagai idola dan pujaan hati.
Penelitian dalam kisah tersebut sedikit memberi bukti bahwa pengidolaan yang salah membuat diri menjadi tersiksa secara lahir, belum lagi hati kita yang tidak nyaman di kala musibah datang.
Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda, “Seseorang itu akan dibangkitkan bersama orang yang ia cintai.”
Ketika kita menumpahkan cinta pada sosok yang tidak kenal Allah, tidak bersembah sujud, memuji, bertasbih kepada-Nya, malah mendurhakai-Nya, maka siap-siaplah kita kelak dibangkitkan setelah mati bersama mereka.
Banyak sosok dengan kepribadian mengagumkan yang bisa kita idolakan.
Sederet tokoh terdahulu maupun sekarang, bisa kita jadikan sebagai teladan. Dan dari semua sosok tersebut, yang paling unggul dalam ketakwaan, kebaiakan, kedermawanan, kelembutan, adalah Nabi Muhammad SAW.
Dengan mengidolakan beliau, segala kehidupan akan menjadi mudah belaka.
Mengapa? Karena kita mencontoh pribadi yang telah tahan banting mengarungi kehidupan dunia yang penuh cobaan dan masalah. Beliau sigap mengemas kesulitan menjadi kemudahan. Dengan meniru dan mengidolakan beliau, dengan sendirinya kita akan berusaha meneladani jejak langkahnya dalam suka maupun duka.
Ketiga, pentingnya kedudukan iman dan yakin. Yakin adalah gambaran tentang kekuatan dan kekokohan iman, yang tidak mudah diombang-ambing oleh keraguan, dan gundah gulana.
Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam bukunya Risalatul Mu`awanah menyebut ada tiga perkara yang menjadi sebab keyakinan kita menjadi kuat dan kokoh.
Pertama, menjadikan hati dan telinga untuk aktif menyimak ayat-ayat Allah yang berisi petunjuk keagungan-Nya, kesempurnaan-Nya, dan kekuasaan-Nya yang tidak terbatas. Kedua, selalu melihat dan merenungi ciptaan Allah yang terbentang di hadapan seorang hamba. Mengamati bagaimana indah dan uniknya ciptaan Allah. Ketiga, beramal kebaiakan, secara lahir maupun batin, dengan penuh kesungguhan dan keseriusan.”
Dengan keyakinan yang kuat, kita tidak mudah berputus asa saat kesulitan datang menerpa. Justru kesulitan dapat kita jadikan sebagai kesempatan mencari karunia Ilahi seluas-luasnya.
Dengan keyakinan yang mantap pula, Ibnu Taimiyah berkata ketika ia dijebloskan ke penjara oleh rezim yang hidup di masanya, “Apa yang dapat dilakukan oleh musuhku! Sesungguhnya surgaku ada di hatiku. Ke manapun aku pergi dia selalu bersamaku. Apabila aku dipenjara maka itu adalah khalwatku (berduan-duaan) dengan Allah, apabila aku dibunuh maka syahadah (kesyahidan) bagiku, dan apabila aku diusir maka itu merupakan syiyahah (perjalanan di jalan Allah).”*
Read more ...

Minggu, 09 Oktober 2011

Manajemen Sebagai Ilmu, Seni dan Profesi

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM LUQMAN AL HAKIM
HIDAYATULLAH SURABAYA
By: -Mandala N.P   -Mustofa Reto   -Abdul Fatah A   -Jalaluddin   -Edi Kurniawan   -Mufatwan
-M.Imam Syafi’i   -Yaswan S   -Dafirudin   -Warsono,S   -M.Zaky Andrea   -Iskandar
-Ali Khamsah Kudadiri   -Agus Nasrullah   -J.Harianto Solin
Dosen pengampu:
Ust.Arif Setiawan,SE,MM

Segala puji bagi Allah Swt. Karena atas limpahan kasih sayangnya sehingga kelompok penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada  nabi besar kita Muhammad saw karena perjuangan beliau kita dapat mencicipi dan mersakan nikmatnya islam
Seperti banyak bidang studi lainnya yang menyangkut manusia, manajemen sulit didefinisikan. Dalam kenyataannya, tidak ada definisi manajemen yang telah diterima secara universal. Mary Parker Follett mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang mungkin di perlukan, atau berarti dengan tidak melakukan tugas-tugas itu sendiri.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada penulis khususnya dan kepada pembaca pada umumnya dalam menimba ilmu
A.    Pengertian manejemen
[1]Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur[1] Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.[2] Luther Gulick mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science).[3] Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.[4]

 

B.     Sejarah Perkembangan Manajemen

Kata manajemen mungkin berasal dari bahasa Italia (1561) maneggiare yang berarti "mengendalikan," terutamanya "mengendalikan kuda" yang berasal dari bahasa latin manus yang berati "tangan". Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manège yang berarti "kepemilikan kuda" (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan kuda), dimana istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa Italia.[5] Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Namun diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya piramida di Mesir. Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida Giza tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang—tanpa memedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu—yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai rencana.
Praktik-praktik manajemen lainnya dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota Venesia, Italia, yang ketika itu menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di sana. Penduduk Venesia mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan banyak kegiatan yang lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai contoh, di gudang senjata Venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang kanal dan pada tiap-tiap perhentian, bahan baku dan tali layar ditambahkan ke kapal tersebut. Hal ini mirip dengan model lini perakitan (assembly line) yang dikembangkan oleh Hanry Ford untuk merakit mobil-mobilnya. Selain lini perakitan tersebut, orang Venesia memiliki sistem penyimpanan dan pergudangan untuk memantau isinya,

C.    MENGAPA PERLU MEMPELAJARI MANAJEMEN
Manajemen perlu dipelajari, karena manajemen sangat dibutuhkan oleh semua organisasi. Tanpa manjemen semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit. Ada tiga alasan utama diperlukannya mempelajari dan menerapkan manajemen dalam lingkungan pribadi maupun organisasi, yaitu :

1.      Untuk mencapai tujuan. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan pribadi.

2.      Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran, kegiatan-kegiatan, yang saling bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi, seperti pemilik dan karyawan, maupun kreditur, pelanggan, konsumen, supplier, serikat kerja, asosiasi perdagangan, masyarakat dan pemerintah .

3.      Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Suatu kerja organisasi dapat diukur dengan bayak cara yang berbeda. Salah satu cara yang umum adalah efisiensi dan efektivitas.


D.    Fungsi manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga[yaitu:
  1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
  2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
  3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usah.



E.     Sarana manajemen

Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.
Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.
Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.
Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.
Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.

F.     Prinsip manajemen

Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari.
  1. Pembagian kerja (Division of work)
  2. Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
  3. Disiplin (Discipline)
  4. Kesatuan perintah (Unity of command)
  5. Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
  6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
  7. Penggajian pegawai
  8. Pemusatan (Centralization)
  9. Hirarki (tingkatan)
  10. Ketertiban (Order)
  11. Keadilan dan kejujuran
  12. Stabilitas kondisi karyawan
  13. Prakarsa (Inisiative)
  14. Semangat kesatuan, semangat korps

G.    Bidang manajemen
Ada beberapa tingkatan pengertian tentang menejemen. Akan tetapi disini penulis haynya akan menerangkan sedikit, lingkupan manajemen. Yaitu manajemen sebagai Ilmu, Seni dan Profesi
A.    Manajemen sebagai Ilmu dan Seni

Luther Gulick mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk mengetahui mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. Manajemen merupakan ilmu pengetahuan juga dalam artian bahwa manajemen memerlukan disiplin ilmu-ilmu pengetahuan lain dalam penerapannya; missal, ilmu ekonomi, statistik, akuntansi, dan sebagainya.
Manajemen sebagai ilmu pengetahuan (management as a science) adalah bersifat interdisipliner yang mana mempergunakan bantuan dari ilmu-ilmu sosial, filsafat dan matematika.[5]

Menurut Gulick (1965) manajemen memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori-teori tersebut masih terlalu umum dan subjektif. Tahun 1976 Adam Smith menyatakan tentang pembagian kerja titik kunci badan usaha, kemudian Henry Fayol mengemukakan pentingnya administrasi. Disusul Follet dengan perilaku dinamikanya, Mac weber dengan birokrasinya, Elton Mayo, Maslow, Mc. Gregor, dan Chris Agris dengan studi perilakunya. Menurut Gulick manajemen menjadi suatu ilmu, jika teori-trorinya mampu menuntun manajer dengan memberikan kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu dan memungkinkan mereka meramalkan akibat-akibat dari tindakannya. Manajemen bukan hanya ilmu tapi juga seni. Menurut Mary Parker Follet manajemen sebagai seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang. Selanjutnya manajemen sebagai suatu seni membutuhkan tiga unsut yaitu pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi. ketiga unsur tersebut terkandung dalam manajemen.Oleh karena itu keterampilan dalam manajemen perlu dikembangkan melalui pelatihan seperti yang dilakukan oleh seniman.

Kombinasi ini tidak dalam proporsi yang tetap tetapi dala proporsi yang bermacam-macam. Pada umumnya para manajer efektif mempergunakan pendekatan Ilmiah dalam pembuatan keputusan, apalagi dengan berkembangnya peralatan komputer. Marry Parker FoUett menyatakan bahwa manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Dilain pihak dalam banyak aspek perencenaan, kepemimpinan, komuniksi dan segala sesuatu yang menyangkut unsur manusia, bagaimanapun manajer harus juga menggunakan pendekatan artistic (Seni).
B.     Manajemen sebagai Profesi

Banyak usaha tekah dilakukan untuk mengkasifikasikan manajemen sebagai suatu profesi. Edgar H. Scheim telah menguraikan karakteristik-karakteristik atau kriteria-kriteria untuk menentukan sesuatu sebagai profesi yang dapat diperinci berikut :

1. Para profesi membuat keputusan keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum. Adanya program-program latihan formal menunjukkan bahwa ada prinsip-prinsip manajemen tertentu yang dapat diandalkan.
2. Para professional mendapatkan status mereka karena mencapai standar prestasi kerja tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya dan kriteria politik atai social lainnya.
3. Para professional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin untuk mereka yang menjadi kliennya.

Manajemen telah berkembang menjadi bidang yang semakin profesional melalui perkembangan yang menyolok program-program latihan manajemen di universitas-universitas ataupun lembaga-lembaga manajemen swasta, dan melalui pengembangan para eksekutif organisasi (perusahaan).Sebagai ilmu pengetahuan, manajemen juga bersifat universal, dan mempergunakan kerangka ilmu pengetahuan yang sistematis, mencakup kaidah-kaidah, prinsip-prinsip dan konsep yang cenderung benar dalam semua situasi manajerial. Ilmu pengetahuan manajemen dapat diterapkan dalam semua organisasi manusia, seperti perusahaan, pemerintahan, pendidikan, sosial, keagamaan, dan lain-lainnya.

C.    Simpulan

Manajemen sebagai suatu proses, melihat bagai mana cara orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Manajemen suatu kolektivitas yaitu merupakan suatu kumpulan dari orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kolektivitas atau kumpulan orang-orang inilah yang disebut dengan manajemen, sedang orang yang bertanggung jawab terhadap terlaksananya suatu tujuan atau berjalannya aktivitas manajemen disebut manajer.
Dari devinisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen yaitu koordinasi semua sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga kerja, pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Dan bila seorang manajer mempunyai pengetahuan dasar manajemen dan mengetahui cara menerapkan pada situasi yang ada, dia akan dapat melakukan fungsi-fungsi manajerial dengan efisien dan efektif. Seorang manajer tentu saja harus cukup fleksibel untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru dan perubahan lingkungan.


PENUTUP
Sebagai seorang akademi yang memiliki pandangan kedepan dan wawasan yang luas serta semangat juang yang tinggi,sudah sepantasnyalah kita memiliki pengetahuan yang luas baik dari segi intelektual dan spiritual.
Karena, tantangan serta persaingan kedepan itu jauh lebih besar dari pada saat ini,yang itu semua membutuhkan calon-calon akademi yang berkompeten dalam bidangnya,ilmu yang mumpuni,spirit juang yang tinggi,dan di sertai keimanan yang tertanam kuat dalam dirinya.
Kami selaku penulis sangat menyadari kekurangan kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini,karena keterbatasan  dan kekurangan ilmu yang kami miliki.oleh karena itu,kami sangat mengharapkan dari semua pembaca,baik itu dosen maupun mahasiswa semua agar dapat ikut memberi masukan-masukan yang membangun yang bisa membuat kita semua menjdi lebia baik.
Terima kasih.









DAFTAR PUSTAKA
1 Griffin, R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.Oxford English Dictionary
2 Oxford English Dictionary
3 Robbins, Stephen dan Mary coulter. 2007. Management, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.
4  Vocational Business: Training, Developing and Motivating People by Richard Barrett - Business & Economics - 2003. - Page 51.
5  http://firmanaidin.blogspot.com
6 http://bennyantoni.blogspot.com/


1. [1]Oxford English Dictionary
2. [2] Robbins, Stephen dan Mary coulter. 2007. Management, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.
3. [3] Vocational Business: Training, Developing and Motivating People by Richard Barrett - Business & Economics - 2003. - Page 51.
4. [4] Griffin, R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.

Read more ...

Jumat, 07 Oktober 2011

Tetap Berbahagia Menjadi Lajang

Oleh: Ali Akbar bin Agil
BAGI seorang wanita pada umumnya, melajang dalam usia matang sungguh tak nyaman. Betapa pun, menikah adalah kebutuhan fitrah setiap manusia. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini sangat bisa jadi menjadi penyebab guncangan jiwa yang bersangkutan.
Bagi seorang wanita normal, keluarga dan anak-anak adalah harapan dan cita-cita. Keluarga adalah tempat mengabdi yang membawa ketenangan. Anak-anak adalah amanah yang membawa kebahagiaan. Sangat wajar, jika setiap wanita menginginkan adanya fase menikah dalam hidupnya.
Tapi masalahnya, menikah tidak bisa dilaksanakan secara sepihak. Menikah membutuhkan pasangan, yang dalam situasi, kondisi dan masa tertentu tidak mudah ditemukan. Karena kriteria yang tak sepadan, karena kuantitas yang tak terpenuhi, maupun karena takdir belum menentukan. Seperti pada masa sekarang, saat wanita lajang di usia matang hampir menjadi fenomena.
Lantas bagaimana?
Bersabar, menunggu dan bertakwa kepada keputusan Allah. Itu yang banyak saya dengar, dan saya sepakati pula. Hal ini barangkali hikmah diperbolehkannya poligami oleh kaum pria, dan mungkin sudah tiba masanya. Ini pendapat lain, yang saya juga tidak menolaknya. Namun, apakah hanya itu? Saya kira masih ada alternatif lain, yang lebih progresif bukan pasif dan bisa dilakukan secara mandiri oleh seorang wanita.
Saya teringat sebuah kisah tentang seorang muslimah perkasa di punggung Gunung Kidul. Wanita itu sangat aktif utamanya dalam kegiatan dakwah dan sosial.
Dengan sepeda motornya ia menjelajahi pelosok desa, mengisi kajian dan memberikan penyuluhan di kampung-kampung miskin dan desa-desa terpencil. Ia menjadi panutan, ia menjadi konsultan, ia menjadi acuan, ia menjadi tempat orang-orang lugu itu meminta nasihat.
Muslimah itu, masih lajang dalam usianya yang 35 tahun. Muslimah itu, mengasuh tiga anak yatim dengan kemampuannya sendiri. Muslimah itu, tidak kesepian karena ia punya ‘keluarga’. Wanita itu tak kehilangan fitrah kewanitaannya karena ia punya ‘anak-anak’ tempat ia mencurahkan cinta dan perhatian. Muslimah itu tidak digugat kesendiriannya karena ia menebar manfaat.
Membaca kisahnya, banyak inspirasi yang bisa diambil oleh kaum wanita, dan saya pun ingin meneladaninya. Apa yang dilakukan muslimah tersebut bisa menjadi salah satu alternatif jawaban atas problema banyaknya wanita-muslimah khususnya- berusia matang yang belum menikah. Apa yang dilakukan si muslimah perkasa, memberikan hikmah yang banyak bagi kemanusiaan.
Pertama, jika kita renungan, menjadi lajang bukanlah sebuah aib dan dukacita. Menjadi lajang membuka pintu-pintu amal dan manfaat bagi diri dan masyarakat, seperti halnya yang dilakukan si muslimah.
Kedua, seorang wanita lajang akan lebih mudah bergerak dan beraktifitas karena ia tak dibebani tugas-tugas kerumahtanggaan. Seorang wanita lajang akan bisa lebih banyak berbakti kepada masyarakat dengan modal waktu, peluang dan kemampuan yang ia miliki. Berapa banyak selama ini aktifitas sosial masyarakat yang mandeg karena ditinggal penghasungnya (yang seorang wanita) menikah? Berapa banyak aktifitas yang masih terus berkembang karena penyandangnya ‘alhamdulillah’ masih lajang dan punya waktu banyak untuk berkomitmen?
Lantas bagaimana memenuhi kebutuhan fitrah sebagai wanita? Bukankah pintu tebuka lebar juga? Lihat, betapa banyak anak-anak di dunia ini yang butuh asuhan, pendidikan dan usapan tangan lembut kaum wanita? Apalagi di Jakarta yang sedemikian tua dan menyimpan banyak problema terutama berkaitan dengan anak jalanan, anak miskin, anak yatim dan anak-anak yang kurang dalam pendidikan dan asuhan.
Dalam kesendirian dan kemandirian kaum wanita, barangkali Allah memang mengirimkan mereka untuk anak-anak tak mampu, untuk dididik, untuk diasuh. “Mereka adalah anak-anak kita juga,” begitu kata Emha Ainun Najib pernah mengatakan dalam salah satu tulisannya di buku “Markesot Bertutur”.
Anak-anak sesungguhnya adalah anak-anak dunia, amanah dari Allah yang mesti dijaga. Sekalipun mereka tidak lahir dari rahim kita.

Saya percaya, selalu ada hikmah di balik setiap realitas yang ditetapkan Allah.
Banyaknya wanita lajang pada masa sekarang, mungkin karena Allah menginginkan adanya tangan–tangan terampil, pribadi-pribadi lembut namun perkasa untuk menanggung sebagian beban dunia. Tugas itu diantaranya adalah mengasuh anak-anak yatim, anak-anak jalanan, anak-anak tetangga yang kurang perhatian dan kurang pendidikan moral. Tugas itu diantaranya adalah ikut membenahi kerusakan sosial, kemiskinan, buruknya pendidikan dan aktifitas publik lainnya yang membutuhkan komitmen waktu, kemampuan dan kemandirian seorang wanita.

Mereka butuh kita, para wanita lajang yang mandiri, yang sanggup menafkahi diri sendiri dan orang lain. Yang memiliki perhatian dan kemauan lebih untuk all out terhadap aktifitas yang mungkin tidak bisa dilakukan oleh para wanita yang sudah berumahtangga. Kita bisa tetap memiliki keluarga, meski bukan karena pernikahan.
Kita dapat memiliki makna, meski bukan dengan car menjadi ibu rumah tangga. Kita mampu bisa menjadi manusia seutuhnya melalui usaha kita sendiri, tanpa harus meminta pengertian semua orang, tanpa perlu menuntut dan meminta para lelaki untuk menikahi dan berpoligami.
Sekarang tinggal kita tinggal memilih: Mengadopsi anak dari panti asuhan, anak jalanan, anak tetangga? Atau ikut berpartisipasi menjadi orangtua asuh, mendidik anak jalanan, anak-anak TPA, anak tetangga, keponakan, mendirikan taman bacaan? Atau bahkan ‘hanya’ sesedikit apapun, berkontribusi terhadap agama di komunitas dan masyarakat kita. Mereka adalah juga ‘keluarga’ kita.*
Penulis adalah staf pengajar di Pesantren Darut Tauhid Malan
Read more ...

Nabi Saja, Memperlakukan Istrinya Secara Halus

SUNGGUH, tidak ada figur yang menjamin pengikutnya akan bahagia dalam segala hal selain Rosulullah saw. Dan, pasti bahwa tidak ada petunjuk yang bisa dijamin kebenarannya selain al-Qur’an al-Karim. Keduanya memberikan solusi terbaik bagi seluruh jenis persoalan yang dihadapi umat manusia, termasuk masalah rumah tangga.
Dalam upaya membina rumah tangga bahagia Rosulullah juga memberikan teladan yang jelas dan mudah untuk dilaksanakan. Andaikata ada orang yang tidak pernah bertemu lawan jenisnya kemudian menikah, jangan khawatir, tips dari Rosulullah akan memberikan hasil yang baik daripada lawan jenis yang mengerti banyak teori rumah tangga namun tak mengikuti petunjuk nabi.
Kebahagiaan berumah tangga sangat mudah kita raih manakala kita benar-benar mengerti bagaimana Rosulullah saw memberikan teladan kepada kita selaku umatnya.
Dan, yang paling penting adalah kesiapan dan komitmen kita dalam meneladani kehidupan rumah tangga beliau.
Masalahnya, generasi sekarang, cenderung kurang memperhatikan masalah tuntunan interaksi suami istri di dalam kamar. Akibatnya mereka tak mampu meraih kebahagiaan yang didambakan. Jika dibiarkan lambat laun kondisi tersebut akan menimbulkan terjadinya perselisihan. Perselisihan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Tidak dapat dipungkiri, salah satu pemicu perselisihan yang sering dialami dalam berumah tangga, khususnya rumah tangga muda, yakni adanya ketidakpuasan pola interaksi suami istri di dalam kamar.
Bagaimanapun hal ini tidak bisa dianggap sepele. Sebab tidak sedikit fakta menunjukkan bahwa seringkali rumah tangga hancur berantakan karena perkara yang satu itu.
Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim kita wajib membina keluarga bahagia (sakinah mawaddah wa rahmah). Bagaimana cara mewujudkannya? Uraian singkat berikut ini insya Allah akan membantu pembaca untuk meraih kebahagiaan rumah tangga.
Nikmat Itu Ibadah
Menikah adalah sunnah Nabi. Dan, menjalankan hubungan intim merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan agama dan bernilai pahala yang sangat besar.
Karenanya, jima’ (hubungan intim) dalam ikatan pernikahan adalah jalan halal yang disediakan Allah untuk menyalurkan naluri jasmaniahnya agar terhindar dari perilaku yang menyerupai binatang atau bahkan lebih buruk lagi.
Rosulullah SAW pernah bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rosulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rosulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah).
Awali Dengan Doa
Sebagai seorang Muslim tentu kita diwajibkan untuk selalu mengawali pekerjaan dan menyudahi pekerjaan dengan membaca doa. Perihal hubungan suami istri juga ada doanya. Hal ini menjadi satu bukti bahwa Islam benar-benar agama yang sempurna.
“Dari Abdullah bin Abbas ra, Rosulullah SAW bersabda: “Jika salah seorang kamu ingin berjima’ dengan istrinya, hendaklah ia membaca: بسمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا (Bismillah, Allahumma jannibnaa asy-syaithana wa jannibi asy-syaithana ma rozaqtanaa).” (Dengan nama Allah, Yaa Allah jauhkanlah syetan dari kami dan jauhkanlah syetan dari apa yang Engkau rizqikan kepada kami). Maka seandainya ditakdirkan dari hubungan itu seorang anak, anak itu tidak akan diganggu syetan selama-lamanya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Itulah yang membedakan generasi Islam dengan orang diluar Islam. Bahkan di kamar dan hendak berkumpul dengan istripun, ada adab dan doa-doa yang dianjurkan.
Masalahnya, banyak generasi Islam kurang paham anjuran agamanya sendiri. Mereka kurang mengerti adab-adab Islam, termasuk adab dalam menggauli Istrinya.
Seorang ulama pernah mengatakan, saat ini banyak lahir anak-anak yang tidak memiliki kesopanan, tata krama dan tak mengenal budi pekerki. “Jangan-jangan, karena kedua orangtuanya tak pernah berdoa saat berhubungan intim,” ujarnya. Boleh jadi ungkapan ini benar. Sebab, saat itu, sebagaimana hadits di atas, syetan-syetan ikut terlibat di dalam kamar.
Karena itu, berdoalah ketika hendak berjima’ (berhubungan intim). Agar  dapat mengundang berkah Allah SWT, hingga proses hubungan tersebut benar-benar dirdhoi Allah dan mampu menghasilkan putra-putri yang dikaruniai dan diberkahi Allah. Dampaknya, tentu akan menjadi hamba Allah yang shalih dan shalihah.
Merayu Istri
Bercanda sering dilakukan Nabi beserta istrinya Aisyah di saat berduaan. Pakar kesehatan saat ini sering menyebutnya dengan istilah bercumbu atau pembukaan sebelum jima’ (berhubungan seks).
Wanita dikenal memiliki perasaan halus. Ia juga harus diperlakukan sangat halus, bukan dengan cara kasar. Karenanya, tidak layak seorang suami memperlakukan para istri seperti binatang.
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam selalu bercanda, tertawa dan merayu istri-istrinya sebelum berjima’.
Lakukan Dengan Tenang
Biasanya kesibukan sehari-hari, pekerjaan dan beragam tugas lainnya, menjadikan kualitas dan kuantitas interaksi suami istri sedikit terganggu. Namun demikian dalam prose jima’ akan sangat baik jika diberikan waktu yang pas. Jadi, tidak dilakukan dengan tergesa-gesa, namun tetap mengikuti tuntunan nabi, tenang.
“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).
Wanita merupakan makhluk Allalh yang sangat lembut hati dan perasaannya. Ciuman kepada istri merupakan satu hal yang amat didambakan dan dinantikan. Sebab ciuman suami bagi istri sholehah merupakan bentuk kasih sayang yang mampu menenangkan jiwa dan pikirannya. Maka dari itu mencium istri, merayu dan bercumbu dengannya merupakan satu hal yang tidak boleh ditinggalkan oleh para suami.
Berwudhu
Jika sang suami ingin berjima’ lagi, maka dianjurkan berwudhu terlebih dahulu, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang kamu telah bersetubuh dengan istrinya, lalu ingin mengulanginya kembali maka hendaklah ia berwudhu”. (HR. Muslim).
Aisyah menuturkan:”Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila beliau hendak makan atau tidur sedangkan ia junub, maka beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (Muttafaq’alaih).
Larangan Dubur
Haram bagi suami menyetubuhi istrinya di saat ia sedang haid atau menyetubuhi duburnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan persetubuhan terhadap wanita haid atau wanita pada duburnya, atau datang kepada dukun (tukang sihir) lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Al-Arba`ah dan dishahihkan oleh Al-Alnbani).
Tidak Membuka Aib nya
Haram bagi suami-istri menyebarkan tentang rahasia hubungan keduanya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:“Sesungguh-nya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang lelaki yang berhubungan dengan istrinya (jima`), kemudian ia menyebarkan rahasianya.” (HR. Muslim).
Jangan Tergesa Meninggalkan Istri
Umumnya suami lebih sering mengalami orgasme lebih cepat daripada istri. Namun demikian hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk bersikap egois. Suami juga wajib berusaha agar istri dapat merasakan puncak kenikmatan dalam hubungan intim.
Kemudian agar sedekah yang kita lakukan bersama pasangan kita juga memberikan hasil optimal maka upaya untuk bisa mencapai puncak kepuasan secara bersama-sama merupakan satu hal yang perlu diperhatikan dengan sangat. Bahkan ada yang mengatakan wajib.
Karena pencapaian kenikmatan secara bersama merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah dan rahmah. 
Ketidakpuasan salah satu pihak dalam jima’, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan mendatangkan madharat yang lebih besar, yakni perselingkuhan. Maka, sesuai dengan prinsip dasar Islam, “la dharara wa la dhirar” (tidak berbahaya dan membahayakan), segala upaya mencegah hal-hal yang membahayakan pernikahan yang sah hukumnya juga wajib.
Dengan demikian hal yang wajib dilakukan suami ialah belajar dan berusaha agar sang istri juga dapat merasakan puncak kepuasan. Merupakan satu tindakan yang bisa disebut egois dan dholim apabila suami telah mengalami orgasme kemudian dengan segera ia mengakhiri hubungan tersebut dan bergegas lepas dari pelukan sang isteri.
Tindakan di atas adalah keliru. Sebab keikmatan yang dirasakanoleh istri dalam  jima’ dan sampainya ia pada orgasme, bukan semata-mata terletak pada alat kelaminnya saja. Tetapi ia juga sangat menikmati adanya keterpautan tubuh, bahkan sangat menikmati setiap sentuhan yang terjadi pada organ tubuh luar.
Bahkan yang terpenting dari semua itu adalah istri dapat merasakan adanya cinta dan kasih sayang dari sang suami. Sebab dengan hal itulah istri akan memliki kesiapan mental dalam dirinya untuk mengakhiri hubungan tersebut, bahkan hal itu akan sangat menjadikan istri selalu rindu untuk melakukan hubungan intim.
Oleh karena itu, sangat ditekankan kepada para suami untuk tidak lupa selalu memberikan ciuman kepada istri seketika setelah hubungan berakhir. Selain itu kata-kata yang manis, dekapan yang hangat dari kedua belah pihak akan semakin memperkuat jalinan cinta di antara keduanya.
Beberapa langkah di atas merupakan bagian kecil dari tuntunan Rosulullah saw bagi umatnya untuk memelihara kasih sayang antara suami dan istri.
Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddan wa rahmah insya Allah secara perlahan dapat dicapai. Islam itu sempurna, maka raihlah kebahagiaan dengan memahaminya dan mengamalkannya.
Mudah-mudahan kita mengamalkan sunnah Nabi dan meninggalkan tradisi jahilillah yang datangnya dari Barat dan orang kafir.*/Imam Nawawi/sahid
Rep: Imam Nawawi
Red: Cholis Akbar
Read more ...
Designed By